Kerajaan Mataram Islam, yang pernah berjaya di Jawa pada abad ke-16 hingga ke-18, memiliki asal-usul yang menarik untuk ditelusuri. Kerajaan ini tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang yang penuh dengan perjuangan dan intrik politik.
Kerajaan Mataram berakar dari wilayah yang sebelumnya merupakan bagian dari Kerajaan Pajang. Pajang, yang berdiri pada abad ke-16, adalah kerajaan yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah kematian Sultan Hadiwijaya, kekuasaan Pajang mengalami kekacauan karena adanya konflik internal dan perebutan kekuasaan. Dalam situasi ini, Danang Sutawijaya, seorang bangsawan yang memiliki kharisma dan kemampuan militer, muncul sebagai tokoh sentral.
Cerita Awal Mulanya Terbentuknya Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram didirikan oleh Danang Sutawijaya, yang dikenal dengan gelar Panembahan Senopati, pada tahun 1586. Sebelumnya, wilayah ini merupakan bagian dari Kerajaan Pajang yang dipimpin oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat, terjadi perebutan kekuasaan yang menyebabkan ketidakstabilan di Pajang. Danang Sutawijaya, yang merupakan anak dari Ki Ageng Pemanahan, membantu Pangeran Benowo dalam mengalahkan Arya Pangiri, raja Pajang yang baru, yang tidak memperhatikan kepentingan rakyat
Setelah berhasil dalam pertempuran tersebut, Pangeran Benowo dinobatkan sebagai raja ketiga Pajang, namun kekuasaannya tidak bertahan lama. Pada tahun 1586, setelah Pangeran Benowo meninggal tanpa pewaris, Danang Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram Islam dan mengangkat dirinya sebagai raja. Ia mengubah nama Alas Mentaok, tempat yang diberikan oleh Sultan Hadiwijaya kepada ayahnya, menjadi Mataram
Awal Mula di Alas Mentaok
Berawal dari sebuah wilayah kecil bernama Alas Mentaok, terletak di lereng Gunung Merapi, sebuah komunitas kecil di bawah pimpinan Ki Ageng Pamanahan mulai menunjukkan kekuatannya. Pada tahun 1575, Ki Ageng Pamanahan bersama putranya, Danang Sutawijaya (kemudian bergelar Panembahan Senopati), mendapat kepercayaan dari Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang, untuk memimpin wilayah tersebut.
Alas Mentaok yang tadinya hutan belantara, perlahan diubah menjadi pemukiman yang tertata rapi. Ki Ageng Pamanahan dan Danang Sutawijaya menerapkan sistem pemerintahan yang efektif dan mampu menarik banyak penduduk untuk tinggal di sana.
Kebangkitan di Bawah Panembahan Senopati
Kemampuan Danang Sutawijaya dalam memimpin dan membangun wilayah Alas Mentaok menarik perhatian Sultan Hadiwijaya. Pada tahun 1586, Danang Sutawijaya diangkat menjadi Adipati Mataram dengan gelar Panembahan Senopati. Pengangkatan ini menandai dimulainya era baru bagi Mataram.
Panembahan Senopati tidak hanya fokus pada pembangunan wilayahnya, tetapi juga aktif memperluas kekuasaan Mataram. Ia melakukan beberapa ekspedisi militer ke berbagai wilayah di Jawa, seperti Jipang, Demak, dan Madiun. Keberhasilannya dalam peperangan ini mengantarkan Mataram menjadi kekuatan politik yang diperhitungkan di Jawa.
Pemerintahan Panembahan Senopati
Setelah mendirikan kerajaan, Panembahan Senopati fokus pada penguatan struktur pemerintahan dan memperluas wilayah kekuasaan Mataram. Ia menerapkan sistem pemerintahan yang terorganisir dan memperkuat posisi Mataram sebagai kekuatan politik yang dominan di Jawa Tengah. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berhasil menguasai wilayah-wilayah di sekitarnya, termasuk daerah-daerah penting seperti Semarang, Demak, dan Cirebon.
Perpecahan dan Kejayaan Baru
Setelah wafatnya Panembahan Senopati pada tahun 1601, putranya, Mas Rangsang (kemudian bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo), naik tahta. Sultan Agung melanjutkan ambisi ayahnya untuk menjadikan Mataram sebagai kerajaan yang berdaulat.
Pada masa pemerintahannya, Mataram mengalami masa kejayaan. Sultan Agung melakukan berbagai penaklukan wilayah, memperluas wilayah Mataram hingga ke Madura, Bali, dan Lombok. Ia juga memperkuat sistem pemerintahan dan ekonomi, serta membangun infrastruktur seperti benteng dan keraton.
Namun, di tengah kejayaannya, Mataram dilanda perpecahan internal. Pada tahun 1645, terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi, salah satu putra Sultan Agung. Pemberontakan ini mengakibatkan terpecahnya Mataram menjadi dua kerajaan: Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Meskipun mengalami perpecahan, Mataram tetap menjadi kerajaan yang berpengaruh di Jawa hingga abad ke-18. Kejayaannya meninggalkan warisan budaya dan sejarah yang masih dapat kita lihat hingga saat ini, seperti Keraton Surakarta dan Yogyakarta, serta berbagai tradisi dan kesenian Jawa.
Asal usul Kerajaan Mataram merupakan kisah tentang perjuangan, ambisi, dan kejayaan. Dari sebuah komunitas kecil di Alas Mentaok, Mataram berkembang menjadi kerajaan yang berdaulat dan meninggalkan warisan budaya yang tak ternilai. Kisah Mataram mengingatkan kita tentang pentingnya kepemimpinan, persatuan, dan kerja keras dalam membangun bangsa yang kuat dan sejahtera.