Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan yang sangat penting dalam sejarah Nusantara, khususnya di Pulau Jawa. Berdiri sekitar abad ke-8 Masehi, kerajaan ini memiliki peran yang signifikan dalam pembentukan identitas budaya, sosial, dan politik di wilayah tersebut. Artikel ini akan membahas secara mendalam asal usul Kerajaan Mataram Kuno, termasuk latar belakang, perkembangan, hingga pengaruhnya terhadap peradaban di Nusantara.
Latar Belakang dan Asal Usul Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri pada akhir abad ke-7 atau awal abad ke-8 Masehi. Asal usul kerajaan ini terkait erat dengan munculnya kekuatan baru di Jawa Tengah, yang saat itu merupakan pusat dari kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara. Nama Mataram pertama kali muncul dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di daerah Jawa Tengah, yang menunjukkan adanya pusat kekuasaan yang kuat di wilayah tersebut.
Kerajaan ini berawal dari Wangsa Sanjaya, sebuah dinasti yang dikenal sebagai penguasa awal dari Kerajaan Mataram Kuno. Sanjaya, pendiri dinasti ini, merupakan seorang raja yang memerintah sekitar tahun 732 Masehi. Prasasti Canggal, yang ditemukan di Gunung Wukir, Magelang, menyebutkan bahwa Sanjaya mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di daerah Mataram, dan dia adalah penganut agama Hindu yang taat.
Sanjaya mendirikan candi-candi untuk memuja Dewa Siwa, yang menunjukkan bahwa Hindu Siwa menjadi agama dominan pada masa itu. Meskipun demikian, dalam perkembangannya, pengaruh agama Buddha juga mulai masuk dan berkembang, terutama setelah munculnya Wangsa Syailendra, yang dikenal sebagai pendukung utama agama Buddha Mahayana di wilayah tersebut.
Perkembangan Kerajaan Mataram Kuno
Setelah Sanjaya meninggal, Wangsa Syailendra mengambil alih kekuasaan dan menjadi dinasti yang berpengaruh di Kerajaan Mataram Kuno. Wangsa Syailendra dikenal sebagai pendukung agama Buddha Mahayana dan memerintah dengan penuh kebijaksanaan. Pada masa pemerintahan mereka, Kerajaan Mataram Kuno mengalami masa keemasan, ditandai dengan pembangunan candi-candi megah seperti Candi Borobudur, yang merupakan salah satu keajaiban dunia dan pusat ziarah Buddha terbesar pada masanya.
Wangsa Syailendra berkuasa cukup lama dan dikenal sebagai dinasti yang mampu mempertahankan kekuasaan dengan cerdik. Mereka menikahi anggota keluarga kerajaan dari dinasti Sanjaya, yang membuat hubungan antara kedua dinasti ini menjadi sangat erat. Pernikahan politik ini tidak hanya memperkuat kekuasaan mereka di Jawa, tetapi juga menandakan harmoni antara agama Hindu dan Buddha yang berkembang di Kerajaan Mataram Kuno.
Setelah beberapa abad, dinasti Sanjaya kembali berkuasa di Mataram Kuno. Pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, seorang raja dari Wangsa Sanjaya, kerajaan ini kembali menekankan ajaran Hindu. Namun, pembangunan candi-candi Buddha tetap berlangsung, menunjukkan toleransi agama yang tinggi pada masa itu. Rakai Pikatan menikah dengan Pramodhawardhani, putri dari dinasti Syailendra, yang memperkuat kembali hubungan kedua dinasti ini.
Pusat-Pusat Keagamaan dan Budaya
Kerajaan Mataram Kuno dikenal dengan pusat-pusat keagamaan dan budaya yang sangat maju. Jawa Tengah menjadi wilayah penting dengan dibangunnya berbagai candi besar yang menjadi pusat peribadatan dan kebudayaan. Candi Borobudur adalah salah satu peninggalan terbesar dari Kerajaan Mataram Kuno, yang dibangun oleh Wangsa Syailendra pada abad ke-8. Selain Borobudur, Candi Prambanan yang didedikasikan untuk Dewa Siwa juga menjadi simbol kejayaan kerajaan ini pada masa Wangsa Sanjaya.
Keberadaan candi-candi ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat pengajaran agama dan kebudayaan. Kerajaan Mataram Kuno juga menjadi pusat sastra dengan banyaknya karya sastra berbahasa Jawa Kuno yang dihasilkan pada masa ini. Prasasti-prasasti yang ditemukan dari masa ini banyak yang menceritakan tentang kehidupan sosial, keagamaan, dan politik kerajaan, memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana masyarakat Mataram Kuno hidup dan berkembang.
Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno
Meskipun Kerajaan Mataram Kuno mengalami masa kejayaan yang cukup panjang, akhirnya kerajaan ini mengalami keruntuhan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan keruntuhan kerajaan ini. Salah satu faktor utama adalah letusan Gunung Merapi yang terjadi pada abad ke-10, yang menghancurkan sebagian besar wilayah Mataram dan memaksa pusat pemerintahan untuk dipindahkan ke Jawa Timur. Pindahnya pusat kekuasaan ini menandai berakhirnya era Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah.
Selain bencana alam, konflik internal antara dinasti juga menjadi penyebab runtuhnya kerajaan ini. Setelah pusat kekuasaan berpindah ke Jawa Timur, kekuasaan Wangsa Sanjaya melemah dan akhirnya digantikan oleh kerajaan-kerajaan lain yang muncul di Jawa Timur, seperti Kerajaan Kediri dan Kerajaan Singhasari.
Pengaruh dan Warisan Kerajaan Mataram Kuno
Warisan Kerajaan Mataram Kuno tetap hidup dan berpengaruh hingga hari ini, terutama dalam bidang kebudayaan, keagamaan, dan arsitektur. Candi Borobudur dan Candi Prambanan menjadi ikon penting dari peradaban Mataram Kuno dan diakui sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO. Selain itu, karya-karya sastra dan prasasti dari masa Mataram Kuno juga memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan bahasa dan sastra Jawa.
Pengaruh agama Hindu dan Buddha yang berkembang pada masa Mataram Kuno juga masih terasa hingga kini. Tradisi dan kepercayaan yang berkembang pada masa itu masih dipertahankan oleh masyarakat Jawa, baik dalam upacara keagamaan maupun dalam budaya sehari-hari.
Dengan mengetahui tentang Asal Usul Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu tonggak penting dalam sejarah Nusantara, khususnya di Jawa. Dari masa kejayaan Wangsa Sanjaya hingga era keemasan Wangsa Syailendra, kerajaan ini menunjukkan kemajuan yang luar biasa dalam bidang politik, budaya, dan agama. Meskipun akhirnya kerajaan ini mengalami keruntuhan, warisannya tetap abadi melalui candi-candi megah, karya sastra, dan tradisi yang masih hidup di masyarakat Jawa hingga saat ini. Kerajaan Mataram Kuno bukan hanya bagian dari sejarah, tetapi juga merupakan cerminan dari kebesaran dan kekayaan budaya Nusantara yang terus mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia hingga kini.